Quick Count adalah metode verifikasi hasil pemilihan umum, yang datanya diperoleh dari sampel di lapangan. Berbeda dengan teknologi pooling, sampel tidak diperoleh dari para responden yang ditanyai satu per satu, melainkan diperoleh dari hasil rekap resmi di lapangan.

quick-count-450x337

Lalu, apa saja teknologi yang digunakan untuk mensukseskan sebuah penghitungan Quick Count? Jawabnya tergantung masing-masing lembaga. Namun, teknologi Short Message Service (SMS) atau via Calling By Phone (Telepon) cukup populer digunakan oleh lembaga-lembaga penghitung Quick Count.

Quick count sering digunakan sebagai metode dalam penelitian sosial dan juga merupakan salah satu penerapan matematika pada metode perhitungan cepat. Quick count saat ini tengah ramai dibicarakan apalagi menjelang pelaksanaan pilpres maupun pilkada. Quick count adalah proses perhitungan cepat hasil pemilu dengan menggunakan metode sampling dan kemampuan teknologi komunikasi. Seperti kita ketahui, Metode sampling adalah salah satu metode pemilihan sample dalam ilmu statistik. , Pengertian Quick count adalah metode verifikasi hasil pemilihan umum, yang datanya diperoleh dari sampel di lapangan.

Menurut Saiful Mujani, Ph.D. Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) : “Quick count lahir dari kebutuhan untuk menjaga agar penghitungan suara pemilu atau Pilkada tidak curang. Kalaupun ada kecurangan, diharapkan tidak merubah siapa yang seharusnya menang atau kalah. Quick count menjaga suara pemilih; membantu agar proses pemilu atau Pilkada berlangsung secara jujur dan adil.”.

Quick count muncul di negara-negara yang baru membangun demokrasi pada tahun 80-an, misalnya di Eropa Timur dan Afrika. Di negara-negara demokrasi baru ini kecurangan dalam penghitungan atau tabulasi suara sering terjadi, terutama setelah dari TPS, dan dalam rekapitulasi di PPS (Proses Perhitungan suara) baik di kecamatan, kabupaten, dan provinsi. Dengan adanya quick count dari tingkat TPS, dan kemudian diketahui hasilnya oleh publik, maka kecurangan pasca-TPS dapat dipotong. Quick count kemudian menyediakan data alternatif terhadap hasil penghitungan resmi KPU.

Kalau hasil quick count tidak berbeda secara berarti dengan hasil KPU maka kita akan yakin bahwa penghitungan hasil pemilu atau Pilkada berlangsung secara benar. Tidak ada kecurangan yang berarti. Tapi bila terjadi perbedaan yang signifikan antara hasil quick count dengan hasil penghitungan KPU maka salah satunya pasti salah. Ini bisa menjadi bahan untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut untuk menegakan kebenaran dari hasil pemilu atau Pilkada. Penyelenggara quick count dan proses penghitungan oleh KPU harus diperiksa ulang dengan melibatkan ahli dan petugas berwenang.

Kalau KPU melakukan kecurangan, dan quick count tidak dilakukan, maka kecurangan KPU tersebut tidak bisa diketahui. Hasil pemilu atau Pilkada yang tidak benar itu diterima begitu saja sebagai hasil yang benar. Kita semua menjadi tertipu. Rakyat dihianati. Tapi kalau ada quick count, peluang untuk terjadinya kecurangan oleh aparat KPU tersebut dapat dicegah. Setidaknya ada alat yang bisa membantu untuk menjaga agar pemilu dan Pilkada kita jurdil. Tujuan utama Quick count adalah menegakan agar pemilu atau Pilkada kita jurdil, bukan soal siapa menang atau siapa kalah.

Berikut cara kerja Quick Count yang umum dilakukan oleh para lembaga survei :

– Mempersiapkan perangkat serta sistem pendukung untuk bisa memberikan data secara cepat ke pusat pengolah data lembaga survei yang melakukan metode Quick Count ini. Perangkat ini mulai dari komputer untuk menginputkan data hingga ponsel untuk mengirim SMS hasil pemilu ke server tempat menerima data.
– Pemilihan TPS sebagai tempat pengambilan data. TPS yang di ambil secara acak berdasarkan pertimbangan jumlah penduduk, jumlah pemilih terbaru, penyebarannya pemilih seperti tersebar dalam berapa kelurahan, dan sebagainya. Singkatnya, proporsional kalau pemilih banyak lokasi sampel (TPS) yang diambil pun banyak serta mewakili karakteristik populasi.
– Mempersiapkan relawan untuk mengambil sampel dan menginputkannya ke sistem data. Jumlah relawan ini cukup banyak untuk mengambil data dari TPS yang telah dipilih.
– Data yang telah didapat akan diolah di pusat data dengan menerapan ilmu stasistik, dari olahan data inilah lembaga survei bisa menghitung secara cepat siapa pemenang pemilu.

Di negara maju seperti Amerika Serikat (AS), quick count sudah dianggap sama dengan real count. Begitu ada hasil quick count, kandidat yang kalah langsung memberikan ucapan selamat kepada pemenang. Selisih suara lebih dari 1 persen sudah cukup meyakinkan kandidat dan pendukung yang kalah untuk mengakui kekalahan dan pihak yang menang untuk mengucapkan terima kasih kepada masyarakat pemilih.

Di Indonesia, pengakuan serupa sudah ditunjukkan Presiden SBY saat PDIP memenangi pemilihan legislatif (pileg), 9 April 2014. Ketika hasil quick count mendekati 100 persen, SBY mengucapkan selamat kepada PDIP sebagai partai pemenang. Hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei di antaranya Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Lingkaran Survei Indonesia (LSI), CSIS, dan Litbang Kompas hanya beda tipis, sekitar 1 persen, dengan hasil hitung manual KPU. Perbedaan hasil KPU dan LSI malah hanya 0,4 persen.

Hasil hitung cepat yang disampaikan delapan lembaga survei kredibel –yakni dua LSI, CSIS dan Cyrus, RRI dan KB Antara, Indikator Politik Indonesia, Populi Center, dan Poltracking Institute menunjukkan keunggulan pasangan Jokowi-JK sekitar 5 persen di atas pasangan Prabowo-Hatta. Namun, pada saat yang sama publik dibingungkan oleh hasil hitung cepat empat lembaga survei yang menampilkan keunggulan Prabowo-Hatta. Sebagaimana kubu Jokowi-JK mengumumkan kemenangan, kubu Prabowo-Hatta juga mengklaim kemenangan.

Kredibilitas hitung cepat sebuah lembaga bisa diteliti. Beda dengan survei, basis hitung cepat adalah sesuatu yang tidak berubah, yakni hasil perhitungan suara di tempat pemungutan suara (TPS) yang menjadi sampel. Pada survei, yang dijadikan sampel adalah opini pemilih yang bisa berubah sesuai perkembangan informasi yang diperolehnya. Kebenaran data di TPS yang dijadikan sampel adalah syarat pertama sebuah hitung cepat.

Jika ada keraguan dan indikasi tindak pidana penipuan, aparat penegak hukum bisa memeriksa kebenaran data semua TPS yang dijadikan sampel. Semua data pasti tercatat dengan baik oleh sebuah lembaga kredibel. Tindak pidana penipuan bisa diketahui setelah aparat penegak hukum memeriksa TPS yang dijadikan sampel dan mencocokkan data sampel itu dengan data KPU.

Syarat kedua quick count adalah jumlah sampel. Semakin besar sampel yang dipakai, semakin kecil margin error atau semakin besar pula presisinya. LSI dan SMRC menggunakan 4.000 sampel. Sedangkan Puskaptis, lembaga survei yang memenangkan Prabowo-Hatta, hanya memakai 1.250 sampel. Syarat ketiga adalah penyebaran sampel secara proporsional.

Ketiga syarat ini harus dilengkapi syarat keempat, yakni kejujuran lembaga. Jika lembaga hitung cepat melakukan kegiatan berdasarkan pesanan untuk memenangkan kandidat tertentu, sampel yang diambil sengaja tidak proporsional. Sampel dari daerah basis kandidat yang didukung diambil lebih banyak. Sebaliknya, sampel dari daerah basis lawan dibuat tidak proporsional. Angka hasil perhitungan suara juga bisa dinaikkan dan diturunkan.

Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) sudah menyatakan bahwa quick count keempat lembaga ini penuh kejanggalan. Agar kredibilitas quick count kembali terjaga dan untuk menghindari kebingungan masyarakat, empat lembaga survei yang memenangkan Prabowo-Hatta perlu segera diselidiki dan disidik aparat kepolisian. Jika terbukti melakukan penipuan, keempat lembaga survei ini harus diberikan hukuman seberat-beratnya.

Sentimen positif perlu dijaga semua pihak, terutama KPU, Bawaslu, dan pendukung dua kandidat. Birokrasi, Polri, dan TNI diharapkan netral. Rekapitulasi perhitungan suara harus dikawal guna mencegah manipulasi dan kecurangan. Momentum Indonesia menjadi negara sejahtera dan kuat perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya lewat penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil.