Karena menampung lebih banyak informasi dibandingkan Barcode, QR Code digunakan lebih luas dari pendahulunya itu. Salah satu yang populer kini ialah penggunaan QR Code sebagai bagian dari digital payment atau pembayaran digital.

Jaesik Lee, dalam papernya berjudul “Secure Quick Response-Payment System Using Mobile Device” mengatakan bahwa pemanfaatan QR Code merupakan pengembangan sistem pembayaran fisik yang memanfaatkan metode elektronik. Dengan hanya menggunakan kamera smartphone, sistem digital payment bisa digunakan untuk pembayaran fisik.

Digital payment punya satu kelemahan, yakni sukar digunakan untuk bertransaksi offline. Sebelum QR Code digunakan, transaksi offline yang menggunakan digital payment memanfaatkan teknologi bernama RFID, suatu teknologi radio yang digunakan untuk berinteraksi antar perangkat. Sayangnya, tidak semua smartphone --yang digunakan digital payment-- memiliki RFID. Dan dari sisi penjual atau merchat, perlu alat khusus. Solusi yang tersedia, memanfaatkan QR Code sebagai penengah antara digital payment dan dunia offline.

Jerry Gao, dalam papernya berjudul “A 2D Barcode-Based Mobile Payment System” mengatakan bahwa ada dua pendekatan pemanfaatan QR Code sebagai bagian dari digital payment. Itu ialah POS (poin of sale) based dan mobile user based. Pada POS based, kode QR Code dikeluarkan si penjual untuk kemudian dipindai pembeli. Mobile user based sebaliknya.

Salah satu negara yang sukses menerapkan QR Code sebagai bagian dari digital payment ialah Cina. Evelyn Cheng, jurnalis CNBC, dalam kunjungannya ke Cina menerangkan bahwa negara itu telah bertransformasi menjadi negara yang sangat mengandalkan digital payment. Cina, menurutnya sedang mengalami “badai perubahan pembayaran mobile.” Alih-alih bertanya “apakah Anda memiliki kartu kredit,” kasir-kasir di Cina malah bertanya “apakah Anda memiliki Alipay atau WeChat Pay?” Hampir segala toko, mendukung konsep pembayaran digital dan menggunakan QR Code sebagai penengah antara digital dan offline.

“Ketika makan di luar atau berbelanja dengan teman lokal, mereka membayar dengan memindai QR Code di meja restoran atau dengan menunjukkan QR Code di smartphone mereka ke kasir. Toko rempah-rempah, toko suvenir, dan penjual kaligrafi tradisional Cina semuanya memiliki tanda yang mengatakan bahwa mereka menerima pembayaran mobile,” tulis Cheng.

Cina memang sedang mengalami “ledakan” soal digital payment. Di tahun 2016 lalu, uang senilai $5 triliun berputar dalam transaksi digital, dengan dua pemain utama yang berkuasa, yakni WeChat Pay dan AliPay. WeChat Pay sendiri punya 963 juta pengguna aktif bulanan, disusul oleh AliPay yang punya 520 juta pengguna aktif bulanan.

Di Indonesia, konsep digital payment yang memanfaatkan QR Code masih dalam proses tarik ulur. Go-Jek melalui Go-Pay, pada 11 Januari 2018 lalu harus rela menghentikan sistem pembayaran berbasis QR Code itu lantaran terkendala izin. Meskipun kemudian Go-Jek mengalah dan lantas mengajukan izin, tak ada perkembangan berarti sampai mana izin tersebut terurus. Hingga kini, sangat jarang atau bahkan tidak terlihat toko yang mendukung pembayaran dengan QR Code. Indonesia tertinggal dari Cina.

 

 

 

 

 

 

 

 

Sumber : Tirto.id