Saat ini orang tak lagi asing dengan mesin absensi. Di setiap perkantoran kini umumnya menggunakan perangkat mesin yang mendeteksi kehadiran dengan sidik jari ini bisa kita temukan dengan mudah. Penggunaannya di Indonesia mulai popular sejak tahun 1997 karena sifatnya yang lebih efisien dan mudah. Namun sebenarnya mesin ini sudah lama dirancang oleh para ilmuan sejak tahun 1888. Di tahun tersebut seorang ahli di bidang perhiasan bernama Willard L. Bundy membuat sebuah mesin pengukur waktu untuk kerja yang dilakukan para karyawan. Usaha ini kemudian dilanjutkan oleh adik Bundy yakni Harlow E. Bundy yang melanjutkan pengembangan mesin pencatat waktu tersebut. Sebelum Harlow meninggal di tahun 1916, ia telah banyak memproduksi mesin pencatat waktu.

Perkembangan produksi mesin absensi terus mengalami evolusi dari tahun ke tahun. Pada awalnya, perangkat mesin ini hanya berasal dari bahan kayu saja. Namun kini kita bisa menemukan perangkat mesin absensi dengan menggunakan bahan yang terbuat dari besi yang solid. Selanjutnya perkembangan mesin absensi pun terus mengalami inovasi dalam hal fungsi dan pendeteksian. Alat ini menggunakan system biometric untuk mendeteksi karakter-karakter khusus. Diantara yang bisa dideteksi adalah sidik jari, suara dan juga wajah. Bahkan saat ini juga sudah dikembangkan mesin absensi dengan system digital. Caranya adalah dengan memasukkan kartu absensi atau menggunakan password sehingga dapat terdeteksi.

Sidik jari atau finger print adalah jejak yang ditinggalkan oleh bagian kulit telapak jari pada manusia dan mamalia. Wujudnya berupa garis-garis lengkungan yang membentuk pola tertentu. Sifatnya detail, tidak berubah sepanjang hidup, dan motifnya unik pada setiap individu. Bahkan kembar identik sekalipun, memiliki sidik jari yang berbeda.

Perkembangan Mesin Absensi

Mesin absensi pertama dikenal sebagai Mesin Bundy atau mesin absensi kartu. Setiap akan mulai kerja, pekerja memasukkan kartu miliknya ke celah yang terdapat pada mesin absensi tersebut sehingga tercetak tanggal serta waktu saat itu. Mesin absensi kartu cukup cepat, tetapi boros kertas dan tinta. Guna mengatasi hal tersebut, dibuatlah mesin absensi digital yang menggunakan barcode, kartu magnetik, atau kata sandi.

Mesin absensi digital sangat efisien, tapi masih rawan terhadap kecurangan. Pekerja yang terlambat atau tidak masuk kerja bisa menitip absen pada rekannya. Dengan alasan ini, data biometrik, seperti sidik jari, digunakan pada mesin absensi sehingga pekerja tidak bisa mewakilkan catatan kehadirannya pada orang lain.

Mesin absensi sidik jari awalnya menggunakan menggunakan sensor cahaya. Seiring berkembangnya teknologi, mesin absensi sidik jari juga menggunakan berbagai jenis sensor lainnya, seperti ultrasonik dan panas.

Mesin absensi sidik jari mengalami perkembangan pesat, baik dari segi perangkat keras yang semakin peka, maupun perangkat lunak yang algoritmanya yang semakin baik. Kini, alat tersebut dapat mendeteksi dengan cepat, rata-rata sekitar 3 detik, dengan tingkat kesuksesan sampai dengan 90 persen. Basis data untuk menampung jumlah sidik jari dan rekam absensi juga semakin besar.