Berikut ini sejarah singkat, diluar detail dan waktu kejadian, perbedaan kedua ‘stop’ tersebut.

 

Pada suatu ketika, dahulu kala, dimana pada saat itu nilai ukur (data angka) dari sebuah lensa hanya menggunakan istilah f-stop. Pada dasarnya angka yang tertera pada f-stop adalah hasil kalkulasi antara focal length berbanding besar diameter bukaan lensa.

Lensa 50mm dengan bukaan f/2.0, artinya diameter bukaannya: 25mm (50 diambil dari mm focal length kemudian dibagi 2 yang diambil dari nilai f-stop).

Jadi kita bisa mengetahui besar diameter bukaan dari sebuah lensa tanpa harus capek-capek mengukur menggunakan penggaris, apalagi sampe membongkar lensanya.

Menelusuri nilai f/stop dari beberapa lensa.

Melalui hasil penelusuran diatas, bisa dipahami bahwa perbedaan ukuran diameter bukaan (perbedaan nilai f/stop) akan mempengaruhi ukuran body lensa tersebut. Karena nilai f-stop dari lensa itu mempengaruhi diameter aperture blade. Sehingga beberapa lensa memiliki ukuran yang lebih besar dibanding beberapa lensa lainnya. Walaupun memiliki focal length yang sama.

Perbedaan fisik lensa terhadap diameter bukaan (diluar nilai f-stop-nya)

 

Masalah pertama.

Dalam prinsip photography, semakin besar nilai f-stop sebuah lensa maka akan semakin baik kemampuan exposure-nya. Misal, lensa 50mm dengan f/1.8 memiliki kemampuan exposure yang lebih baik dari lensa 50mm f/3.5.

Namun dalam contoh berikut ini, lensa 30mm f/1.2 memiliki diameter bukaan sama persis (25mm) dengan lensa 50mm f/2.0

Artinya kedua lensa tersebut, walau memliki nilai f-stop yang berbeda, tapi memiliki kemampuan exposure yang sama.

Contoh kedua; lensa 35mm f/1.8, diameter bukaan sekitar 19.5 mm (35 dibagi 1.8). Dibandingkan dengan lensa 50mm f/1.8, diameter bukaan sekitar 27.8mm (50 dibagi 1.8). Walau kedua lensa tersebut memiliki nilai f-stop yang sama, tapi kemampuan exposure lensa 50mm lebih baik karena diameter bukaan yang lebih besar.

Masalah kedua.

Misal, lensa Canon 50mm 1.8 dengan lensa Sony 50mm 1.8. Kedua lensa tersebut memiliki diameter bukaan yang sama, sekitar 27.8mm.

Namun karena berbagai hal seperti konstruksi internal lensa atau kualitas material yang digunakan dan lain sebagainya, keduanya tidak memiliki kemampuan exposure yang sama.

Sehingga disimpulkan bahwa: semakin rendah nilai f-stop suatu lensa (1 lensa), semakin baik kemampuan exposurenya. Tapi f-stop sama sekali tidak bisa dijadikan patokan kemampuan exposure beberapa lensa sekaligus.

Masalah ketiga.

Kembali ke jaman dahulu kala, saat istilah videographer hanya dikenal dalam produksi film layar lebar. Dimana hal tersebut membutuhkan biaya, waktu, dan team yang cukup besar. Seringkali terkendala oleh kemampuan expoure yang berbeda dari setiap lensa.

Untuk itu dibutuhkan satu nilai yang lebih akurat dalam menentukan kemampuan lensa dalam merespon cahaya. Agar proses produksi film layar lebar pada waktu itu terhindar dari kesalahan exposure yang bisa menyebabkan pengeluaran waktu dan biaya post-production yang lebih besar terkait footage yang tidak ter-exposure dengan baik.

Hingga kemudian diterapkanlah standar nilai t-stop atau ‘transmission stop’, yaitu nilai ukur kemampuan exposure dari sebuah lensa. Nilai t-stop dihitung menggunakan metode uji coba, berbeda dengan nilai f-stop yang dapat dihitung hanya berdasarkan data teknis dimensi lensa.

Dengan menggunakan standar t-stop, setiap lensa yang berbeda (baik dari focal length, atau material yang digunakan, atau penerapan sistem internal yang berbeda, atau berbagai perbedaan lainnya) tapi memiliki nilai t-stop yang sama, misal T/1.5, artinya lensa-lensa tersebut memiliki kemampuan exposure yang sama persis.

Dalam proses produksi video setiap scene dan adegan biasanya membutuhkan spesifik komposisi dan penggunaan lensa tertentu. Penerapan standar t-stop ini sangat membantu menjaga exposure dengan baik walau menggunakan berbagai lensa yang berbeda.

 

Penutup

Karena pada awalnya lensa denga nilai t-stop adalah sebuah solusi terkait produksi film layar lebar (video), maka hingga hari ini lensa dengan standar t-stop tetap lebih populer digunakan dalam dunia videography dan dikenal dengan nama cinema lens.

Sedangkan untuk lensa photography pada umumnya masih tetap menggunakan standar f-stop.

 

Seperti biasa silahkan berkomentar. Atau, saya selalu membuka kesempatan untuk bertanya langsung melalui email di stuff@stuff4read.com atau melalui formulir yang terdapat di halaman About Me.